Seseorang yang bisa dikatakan bahwa ia telah memiliki akal adalah : Jika dia sudah dapat membedakan antara beberapa perkara serta menelitinya, dan dia juga bisa membahas apa yang diwajibkan oleh akal atasnya, yang mana dalam membahas hal tersebut dia masih membutuhkan untuk mencari yang lebih utama, agar dia bisa mengamalkannya dan lebih mendahulukannya dari selainnya.
Apabila dia sudah demikian, maka diantara sifatnya adalah, dia senantiasa berada diatas keutamaan dalam setiap keadaannya, setelah menghukumi sebuah amal dengan apa yang telah diwajibkan atasnya.
Sedangkan yang bukan termasuk orang-orang yang berakal adalah melupakan untuk memikirkan apa yang paling berhak dan utama. Juga yang bukan termasuk sifat mereka adalah rela dengan kekurangan dan dosa. Jadi, orang yang mempunyai sifat ini setelah keputusannya terhadap apa yang diwajibkan atasnya, dari amalannya, maka dia akan meninggalkan kesibukan dengan sesuatu yang tidak kekal, dan meninggalkan amalan yang akan sirna dan habis. Demikian itu, adalah sifat setiap sesuatu yang yang diliputi oleh dunia. Dia juga tidak akan rela menyibukkan jiwa dengan yang sedikit lagi tidak kekal dan terhalang, yang mana kesibukan dan mengerjakannya dapat mencegahnya untuk mengerjakan urusan akhirat, yang kenikmatan dan manfaatnya abadi dan kekekalannya tak berujung.
Karena itu, sesuatu yang abadi dan kekal ada bagiannya untuk orang yang beramal, sedangkan yang selain itu akan sirna, ditinggalkan, terpisah, diwariskan, yang mana jika dia telah meninggalkannya dikhawatirkannya. Demikian itu adalah sifat orang yang berakal yang meneliti beberapa perkara menggunakan akalnya dan mengambil yang paling sempurna darinya.
Sebagaimana Allah berfirman :
'Mereka adalah yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya, mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang berakal.' (QS. Az-Zumar. 39: 18).
Sumber : Hilyatul Auliya J.26 No. 15284
